Pasokan Bisa Makin Menipis, Harga Minyak Makin 'Mendidih'

Foto: Reuters
Jakarta.AGN - Harga minyak mentah dunia mencatatkan kenaikan selama tiga hari beruntun. Kekhawatiran pasokan saat musim dingin jadi pendorong laju harga 'emas hitam'.

Pada penutupan perdagangan Senin (12/9/2022) harga minyak mentah Brent tercatat US$94,00 per barel, melonjak 1,25% dibandingkan posisi sebelumnya. Sedangkan jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) naik 1,14% ke US$87,78 per barel.

Persediaan minyak darurat Amerika Serikat turun 8,4 juta barel menjadi 434,1 juta barel dalam pekan yang berakhir 9 September 2022. Ini merupakan level terendah sejak Oktober 1984 menurut data Departemen Energi AS (DOE).

Pasokan minyak global diperkirakan akan semakin ketat ketika embargo Uni Eropa terhadap minyak Rusia mulai berlaku pada 5 Desember 2022.

Kelompok G7 akan menerapkan batas harga minyak Rusia untuk membatasi pendapatan dari ekspor minyak Rusia. Kebijakan ini dibarengi oleh langkah-langkah untuk memastikan bahwa minyak masih bisa mengalir ke negara-negara berkembang.

Perancis, Inggris, dan Jerman pun mengatakan mereka memiliki "keraguan serius" tentang niat Iran untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir. Kegagalan untuk menghidupkan kembali kesepakatan 2015 akan membuat minyak Iran keluar dari pasar dan menjaga pasokan global tetap ketat.

Tantangan bagi reli harga minyak datang dari China, konsumen utama dunia yang permintaannya diperkirakan akan menyusut untuk pertama kalinya dalam dua dekade terakhir. Penyebabnya adalah kebijakan nol-Covid Beijing yang membatasi mobilitas warga.

Permintaan China untuk bensin, solar, dan bahan bakar jet bisa turun 380.000 barel per hari (bph) menjadi 8,09 juta barel per hari pada 2022, kata Sun Jianan, seorang analis dari Energy Aspects.

China pun telah mengalami penurunan impor minyak mentah Januari-Agustus sebesar 4,7% secara point-to-point (ptp), kontraksi pertama untuk periode delapan bulan setidaknya sejak 2004.

Tantangan lainnya adalah Bank Sentral Eropa dan The Fed, yang siap untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk mengatasi inflasi, yang dapat memperkuat mata uang AS dan membuat minyak dalam denominasi dolar lebih mahal bagi investor.

"Dolar yang kuat akan berfungsi sebagai korelasi terbalik dengan harga komoditas dalam dolar, dan kemungkinan akan berfungsi sebagai hambatan kenaikan di pasar energi," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Dilansir dari laman CNBC Indonesia

0 Komentar