Hukum Memasang Behel dalam Pandangan Islam

Contoh Pemakaian Behel. (Sumber foto: Pixabay.com)
AGNDalam masyarakat umum, sering kita jumpai sejumlah orang yang menghiasi giginya dengan kawat gigi (behel). Pada umumnya, hal yang berkaitan dengan behel akan sangat sepadan dengan ilmu kedokteran, akan tetapi pada tulisan yang saya sodorkan di sini berbeda. Saya akan mencoba menguraikan pandangan saya tentang behel ini bila dilihat dari kacamata Islam dan hukum apa yang tercipta dari masalah behel.

Bila dilihat dari kacamata fikih, maka kita tidak akan menjumpai suatu redaksi khusus yang menjelaskan status hukum behel. Lagi-lagi saya tegaskan bahwa behel ini kaitannya dengan ilmu kedokteran, tidak dengan ilmu fikih. Tidak semua hal yang berkaitan dengan kedokteran dapat ditautkan dengan masalah fikih. Karena masing-masing dari dua ilmu tersebut memiliki aspek yang berbeda, walaupun ada beberapa ahli fikih yang mencoba memberikan jawaban terhadap masalah kedokteran dengan fikih.
Itu pun yang mereka bahas hanya status hukumnya, tidak serta-merta menanggapi keseluruhan yang berada di ranah kedokteran, karena jelas itu bukanlah bidang yang mereka sandangi. Ahli fikih ya membahas fikih, ahli kedokteran ya membahas kedokteran.
Oleh sebab itu, saya tertarik untuk membuat tulisan ini. Islam ini adalah agama yang rahmatan lil alamin yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Selama hal yang dilakukan oleh Manusia adalah hal yang tidak bertentangan dengan syara’, maka Islam sangat luwes terhadapnya.
Kalau boleh saya kaitkan bahwa masalah memasang kawat gigi ini pasti memiliki tujuan tersendiri dalam memasangnya. Entah itu untuk menjaga gigi, untuk mempercantik gigi dan lain sebagainya. Terlepas apa pun itu tujuannya, selama kawat gigi (behel) yang kita gunakan tidak ada unsur yang dapat menjerumuskannya kepada keharaman, maka dihukumi boleh dalam Islam. Karena masuk ke dalam kaidah fikih yang sudah masyhur.
الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم
“Asal status hukum pada sesuatu pada dasarnya adalah boleh sehingga ada sebuah dalil yang mengharamkannya.”
Terlebih lagi jika menggunakan kawat gigi tersebut karena memiliki hajat seperti yang sudah saya sebutkan, misal untuk menjaga gigi agar tidak rusak dan menjaga gigi. Tentu ini adalah sebuah hal yang harus dilakukan agar kerusakan gigi tidak menjadi lebih kronis.
Berkaitan dengan kebutuhan menjaga gigi dari hal-hal yang dapat membahayakannya, terdapat sebuah riwayat di dalam kitab yang berjudul at-Thib an-Nabawi yang ditulis oleh seorang Ulama besar yang bernama Imam Abu Nuaim al-Asbahani yang wafat pada tahun 430 H pada halaman 385
حَدَّثَنا الحسن بن عجلان وأبو أحمد الغطريفي قالا: حَدَّثَنا علي بن إبراهيم بن مطر، حَدَّثَنا محمد بن مصفى، حَدَّثَنا أبو مسكين الجزري، عَن نصر الباهلي، عَن هشام بن عروة، عَن أبيه، عَن عائشة، عَن عَبد الله بن عبد الله بن أبي قال: ندرت ثنيتي فأمرني النبي صَلَّى الله عَليْهِ وَسلَّم أن أتخذ ثنية من ذهب
Dari Aisyah dari Abdullah bin Abdullah bin Ubay ia berkata: “Suatu ketika gigi seriku terlepas, maka Rasulullah memerintahkan aku untuk mengambil gigi seri yang terbuat dari emas.”
Kalau sekilas kita memahami teks hadis di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa memelihara gigi dari hal-hal yang dapat merusaknya sangatlah dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Terlepas dari bentuk gigi yang digunakan dari bahan emas, yang di mana kita ketahui bersama dalam Islam sangat ditegaskan bahwa haram memakai emas bagi seorang laki-laki.
Apakah hal tersebut bisa menabrak ijma’ yang mengatakan bahwa memakai emas adalah haram? Tentu saja tidak. Karena apa yang keluar dari lidah Rasulullah itu adalah sebuah wahyu dari Allah SWT. Rasulullah SAW tidak sekali-kali mengeluarkan sebuah ucapan semata-mata karena hawa nafsunya, melainkan untuk memberikan sebuah penjelasan hukum kepada para ummatnya.
Mungkin hal tersebut dilakukan oleh Rasulullah karena darurat, kalau tidak ditambal dengan gigi emas tersebut mungkin gigi Abdullah bin Ubay bisa semakin kronis keadaannya. Sebagaimana yang kita ketahui bersama pula dalam satu kaidah fikih
الضرورات تبيح المحظورات
“Segala sesuatu yang bersifat mendesak diri seseorang itu membolehkan melakukan sesuatu yang diharamkan.”
Maka kesimpulannya adalah hukum memakai kawat gigi (behel) hukumnya mubah (boleh) dan bahkan bisa menjadi sebuah keharusan bila ada tujuan tertentu dalam memasangnya, seperti merapihkan gigi, memelihara gigi dan lain sebagainya. Sesuai dengan riwayat yang saya sampaikan di atas.
Sekian, Terima kasih. Wallahu a'lam

Dilansir dari laman kumparan

0 Komentar