Rusia Cemas Karena Tenaga Kerja Terbaiknya Kabur Massal Ke Luar Negeri

 


Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Rusia sedang mempelajari sejumlah insentif untuk ditawarkan kepada ekspatriat dan para pekerja berketerampilan tinggi untuk membujuk mereka pulang.


Rusia, yang memiliki reputasi baik dalam menghasilkan insinyur-insinyur kelas dunia dan spesialis teknis lainnya, tengah berjuang melawan menghilangnya ilmuwan-ilmuwan tercedasnya ke luar negeri.
Invasi Kremlin di Ukraina empat puluh hari yang lalu (24/2/2022) telah mendorong ribuan orang Rusia untuk meninggalkan negara itu, baik karena mereka menentang konflik, maupun guna menghindari standar hidup yang diperkirakan akan turun akibat sanksi Barat.
Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia Alexander Sergeyev mengatakan pada Minggu (30/3/2022) sanksi Barat untuk aneksasi Rusia atas Krimea di tahun 2014 juga pernah mengakibatkan 'brain drain', yakni, hilangnya populasi cerdas dan berketerampilan tinggi dari sebuah negara ke luar negeri.
Rusia Cemas Karena Tenaga Kerja Terbaiknya Kabur Massal Ke Luar Negeri (1)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi programer. Foto: Sora Shimazaki via Pexels
"Pengembangan lebih lanjut dari program ini, serta insentif-insentif lainnya untuk menarik spesialis Rusia berkualifikasi tinggi dari berbagai bidang, kini tengah dibahas," kata Kementerian Rusia.

Minggu lalu (31/4/2022) , Associated Press juga melaporkan 70,000 spesialis komputer diperkirakan telah keluar dari Rusia karena khawatir dengan iklim bisnis dan politik yang suram di Rusia sejak konflik Ukraina.

Vladimir Putin lantas menyetujui sebuah undang-undang untuk menghapus pajak penghasilan sampai 2024 bagi pekerja-pekerja di perusahaan teknologi informasi, guna membujuk mereka untuk tinggal.
Rusia Cemas Karena Tenaga Kerja Terbaiknya Kabur Massal Ke Luar Negeri (2)
zoom-in-whitePerbesar
Polisi menangkap demonstran saat protes terhadap invasi Rusia ke Ukraina di Saint Petersburg, Kamis (24/2/2022). Foto: SERGEI MIKHAILICHENKO / AFP
Kepala Asosiasi Elektronik Rusia Sergei Plugotarenko, mengatakan bahwa jumlah pekerja yang keluar dari Rusia akan terus bertingkat.
"Gelombang pertama, berjumlah 50.000- 70.000, telah pergi," ujar Plugotarenko kepada komite parlemen.
Kepada Associated Press juga, seorang programer muda dari Rusia yang ikut kabur ke luar negeri menjelaskan alasannya memilih tidak bekerja di negaranya sendiri.
"Pada tanggal 24 Februari, saya bangun dan seperti dilempar ke dunia lain," ujar Anton Filippov, seorang programer aplikasi seluler dari St. Petersburg yang sekarang telah pindah ke Turki dengan teman-teman sekantornya.
"Kami semua masih muda. Bahkan belum 27 tahun. Jadi kami takut akan dipaksa untuk mengambil bagian dalam perang ini," sambung dia.
Dilansir dari laman KumparanNews


0 Komentar