Aceh Tamiang.AGN – Tragedi kematian seorang warga Aceh di Penang, Malaysia, menuai kecaman. Front Mahasiswa dan Pemuda Anti Kekerasan (Fomapak) menilai insiden ini sebagai kekerasan struktural yang melibatkan dugaan pembiaran oleh aparat resmi Malaysia.
Korban bernama Syahrul Ramadhan (34), warga asal Aceh Tamiang, disebut menjadi korban penganiayaan brutal pada Sabtu, 2 Agustus 2025.
"Insiden ini bukan sekadar tindakan kriminal biasa, tapi bentuk kekerasan struktural yang mencederai prinsip rule of law dan nilai-nilai kemanusiaan," tegas Ketua I DPP Fomapak, Tgk. Nasruddin, SE, dalam siaran pers yang diterima Portalnusa.com, Minggu (3/8/2025).
Fomapak mengungkapkan, penganiayaan terhadap Syahrul dilakukan secara terbuka di ruang publik. Mirisnya, aksi itu diduga disaksikan oleh aparat Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM) tanpa upaya pencegahan. Bahkan, tak menutup kemungkinan adanya keterlibatan langsung aparat.
"Tindakan seperti ini adalah bentuk dehumanisasi dan pelanggaran terhadap hak hidup—yang merupakan hak non-derogable dalam hukum HAM internasional. Ini tidak bisa ditoleransi," lanjut Nasruddin.
Fomapak menegaskan, ketika kekerasan dilakukan oleh atau di bawah pengawasan negara, maka hal itu telah memasuki wilayah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
PDRM harus mengungkap identitas pelaku secara terbuka, termasuk dugaan keterlibatan oknum aparat. Fomapak juga mendesak proses hukum berjalan transparan dan independen.
Kementerian Luar Negeri RI, KJRI Penang, dan KBRI Kuala Lumpur diminta segera bersikap tegas. Fomapak mendesak adanya nota protes resmi kepada Pemerintah Malaysia dan menuntut keadilan bagi almarhum Syahrul Ramadhan.
Pemerintah Indonesia diminta aktif melindungi warga negara di luar negeri sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28D UUD 1945 dan prinsip state obligation dalam konvensi HAM internasional yang telah diratifikasi.
"Jika otoritas Malaysia tidak menangani kasus ini secara independen dan transparan, kami siap membangun koalisi masyarakat sipil lintas negara," ancam Nasruddin.
Fomapak menyatakan akan menggandeng organisasi HAM internasional seperti Amnesty International, Human Rights Watch (HRW), dan Federation for Human Rights (FIDH) untuk mendorong pengungkapan kasus ini di level internasional.
"Kami tidak akan tinggal diam. Keadilan harus ditegakkan, apalagi ini menyangkut nyawa dan kehormatan warga negara Indonesia di luar negeri," tutup Nasruddin.[Dirman]

0 Komentar